Es Krim Toko Oen, Manisnya Nostalgia Kolonial yang Tak Lekang oleh Waktu
perjalanan.id – Di tengah hiruk-pikuk kuliner modern dengan rasa-rasa eksotis dan topping Instagrammable, ada yang tak tergantikan: es krim lembut dengan resep turun-temurun sejak era 1920-an. Itulah Es Krim Toko Oen, ikon legendaris yang lahir dari tangan Oma Oen di Yogyakarta, kini menjadi simbol manisnya sejarah Indonesia. Dari cabang Semarang yang berusia hampir 90 tahun hingga Malang yang tetap eksis meski berganti tangan, Toko Oen bukan sekadar kedai es krim—ia adalah portal waktu ke masa kolonial, di mana setiap sendok es krim membawa cerita tentang imigran Tionghoa-Belanda dan cita rasa autentik tanpa pengawet. Pada 2025, dengan wisatawan yang membludak di kawasan Kota Lama Semarang, Toko Oen tetap jadi magnet, membuktikan bahwa rasa klasik tak pernah usang.
Sejarah Panjang: Dari Yogyakarta 1910 Hingga Cabang Legendaris
Toko Oen bermula pada 1910 di Yogyakarta, didirikan oleh pasangan Liem Gien Nio (Oma Oen) dan suaminya, seorang imigran Tionghoa yang terinspirasi kuliner Belanda. Awalnya, toko ini menjual roti, kue kering, dan makanan berat Eropa-Indonesia. Es krim pertama kali diracik pada 1922 oleh Oma Oen, menggunakan metode tradisional yang kini jadi rahasia keluarga. Resepnya? Susu segar, buah asli, dan tanpa bahan kimia—semua dibekukan dengan mesin impor Italia tahun 1920-an yang masih beroperasi hingga kini.
Pada 1936, cabang pertama di luar Yogya dibuka di Semarang, tepat di Jalan Pemuda No. 52, Bangunharjo—sebuah gedung kolonial yang kini terdaftar sebagai Benda Cagar Budaya (BCB). Toko ini awalnya bernama Grillroom, milik orang Belanda, sebelum diambil alih keluarga Oen. Saat kemerdekaan, Toko Oen jadi tempat favorit Soekarno dan pejuang, dengan menu perpaduan Belanda, Tionghoa, dan Indonesia. Cabang Malang (sejak 1930-an) sempat dijual pada 1990 dan nyaris jadi showroom mobil, tapi dilindungi status cagar budaya, sehingga tetap jadi kedai es krim independen hingga sekarang. Di Jakarta, cabang Cikini (sejak 1930-an) juga legendaris, meski tak lagi di bawah manajemen pusat.
Generasi ketiga seperti Yenny Oen di Semarang terus jaga warisan ini melalui Oen Foundation, yang melestarikan bangunan Eropa-Belanda di Indonesia. “Sejarah bukan untuk dilupakan, tapi dipertahankan,” ujar Yenny, sambil menjaga 16 varian rasa asli yang tak berubah sejak dulu.
Resep Rahasia: Tradisional, Alami, dan Mesin Antik
Keunikan Es Krim Toko Oen terletak pada prosesnya: dibuat manual dengan mesin pendingin minus 20°C impor Italia berumur 100 tahun lebih. Tak ada pengawet atau pemanis buatan—hanya susu sapi segar, telur, gula, dan buah lokal. Marinasi buah seperti durian atau kopyor butuh waktu berjam-jam, menghasilkan tekstur lembut tapi sedikit kasar khas es krim jadul. Resep ini turun-temurun, bahkan koki yang “dibajak” kompetitor tak bisa tiru rasa aslinya, katanya Yenny.
Menu tak hanya es krim: Ada nasi goreng, sate ayam, bestik Hamburg (steak daging), chicken cordon bleu, dan kue kering rum-putih yang ikonik. Tapi, bintangnya tetap es krim—dijual per cup, cone, atau sundae, dengan harga Rp 15.000–25.000 per porsi.
Varian Rasa: Klasik yang Bikin Ketagihan
Toko Oen punya 16 varian rasa, tapi favorit tetap yang orisinal. Berikut pilihan populer:
| Varian Rasa | Deskripsi | Harga Estimasi (2025) |
|---|---|---|
| Rum Raisin | Anggur kering direndam rum, manis beralkohol ringan | Rp 22.000 |
| Cokelat | Cokelat pekat, creamy klasik | Rp 17.000 |
| Kopyor | Kelapa muda segar, tekstur unik | Rp 20.000 |
| Durian | Rasa buah lokal yang kuat dan creamy | Rp 25.000 |
| Nougat | Kacang karamel renyah | Rp 18.000 |
| Malaga | Campur buah kering, manis asam | Rp 19.000 |
| Strawberry | Stroberi segar, ringan | Rp 17.000 |
| Tutti Frutti | Campuran buah-buahan warna-warni | Rp 20.000 |
Sundae spesial seperti Oen Special (3 scoop pilihan) atau Banana Split jadi andalan keluarga. Di Malang, varian rum lebih dominan, sementara Semarang tambah rasa lokal seperti mangga.
Lokasi dan Suasana: Nostalgia di Setiap Sudut
Kunjungi Toko Oen untuk pengalaman total: Interior kolonial dengan kursi kayu antik, foto hitam-putih, dan alat-alat jadul. Cabang utama:
| Cabang | Alamat | Jam Buka | Fakta Unik |
|---|---|---|---|
| Semarang | Jl. Pemuda No. 52, Bangunharjo | 07.00–21.00 WIB | Dekat Kota Lama, BCB |
| Malang | Jl. Pemuda No. 11, Lowokwaru | 08.00–20.00 WIB | Resep independen sejak 1990 |
| Jakarta | Jl. Cikini Raya No. 48-50, Menteng | 09.00–21.00 WIB | Favorit Soekarno |
| Yogyakarta | Jl. Jend. Sudirman No. 69 | 08.00–20.00 WIB | Cabang asal, kini terbatas |
Di Semarang, kolaborasi dengan GKBI Investments sejak 2020 bikin toko lebih eksotis di gedung tua Jl. Empu Tantular No. 29. Wisatawan bisa foto-foto sambil nikmati es krim, tapi catat: Antrean bisa panjang di akhir pekan!
Di era es krim vegan dan matcha latte, Toko Oen bertahan karena autentisitas: Nol pengawet, rasa alami, dan cerita sejarah. Tahun ini, cabang Semarang tambah varian baru seperti mangga pandan, tapi resep inti tetap sama. Pandemi sempat tutup sementara, tapi kini ramai lagi—bukti ketangguhan warisan kuliner.
Seperti kata Yenny Oen: “Kita pertahankan cara lama sambil kembangkan yang baru.” Es Krim Toko Oen bukan makanan; ia adalah kenangan—manis, dingin, dan abadi. Saatnya Anda coba: Pilih rum raisin, duduk di kursi antik, dan biarkan nostalgia meleleh di lidah. Di mana cabang favoritmu?