Close

Juhu Singkah, Kuliner Tradisional Dayak yang Menggoda dari Hutan Kalimantan

Juhu Singkah, Kuliner Tradisional Dayak yang Menggoda dari Hutan Kalimantan
  • PublishedSeptember 20, 2025

perjalanan.id – Di tengah kekayaan hutan Borneo yang hijau subur, tersembunyi sebuah rahasia kuliner yang unik: Juhu Singkah. Hidangan khas suku Dayak Ngaju dari Kalimantan Tengah ini bukan sekadar makanan, melainkan warisan budaya yang menggabungkan kreativitas alam dengan kearifan lokal. Terbuat dari umbut rotan muda—bagian batang rotan yang masih empuk—Juhu Singkah menawarkan perpaduan rasa gurih, asam, dan rempah yang kaya, membuatnya menjadi favorit di acara adat hingga hidangan sehari-hari. Meski hampir terlupakan di era modern, kuliner ini kini bangkit kembali melalui upaya pelestarian budaya Dayak.

Dalam bahasa Ngaju, “juhu” berarti masakan berkuah, sementara “singkah” merujuk pada umbut rotan yang mudah ditemukan di hutan tanpa perlu ditanam. Hidangan ini mencerminkan filosofi masyarakat Dayak: memanfaatkan apa yang diberikan alam secara berkelanjutan. Di Palangkaraya, ibu kota Kalimantan Tengah, Juhu Singkah sering ditemui di warung-warung tradisional atau festival kuliner, menarik wisatawan yang penasaran dengan rasa eksotisnya.

Asal-Usul dan Makna Budaya

Juhu Singkah berasal dari tradisi suku Dayak Ngaju, salah satu kelompok etnis terbesar di Kalimantan Tengah. Dalam bahasa Dayak Maanyan, umbut rotan dikenal sebagai “uwut nang’e”, sementara di Ngaju disebut “singkah”. Rotan liar seperti singkah irit, singkah umbut, atau singkah rua tumbuh melimpah di ekosistem hutan hujan yang sehat, menjadikannya simbol ketahanan alam Borneo. Proses pengumpulannya sendiri adalah petualangan: warga Dayak sering menjelajahi hutan untuk memetik rotan muda yang kulitnya utuh, bebas jamur, dan tidak keriput.

Lebih dari sekadar makanan, Juhu Singkah membawa nilai simbolis dalam kehidupan Dayak. Hidangan ini sering disajikan dalam upacara adat seperti pesta panen (nangka’), pernikahan, atau ritual syukuran, sebagai tanda penghormatan kepada tamu atau dewa-dewa alam. Menurut cerita lisan masyarakat setempak, memasak Juhu Singkah melibatkan doa-doa sederhana untuk kesuburan tanah, mengingatkan generasi muda akan pentingnya menjaga hutan dari deforestasi. Saat ini, dengan ancaman lingkungan di Kalimantan, hidangan ini juga menjadi alat kampanye pelestarian, seperti yang dipromosikan oleh komunitas lokal melalui festival budaya.

Bahan dan Cara Membuat: Resep Sederhana untuk Dicoba di Rumah

Keunikan Juhu Singkah terletak pada tekstur umbut rotan yang renyah namun lembut setelah direbus, mirip hati sawit atau bambu muda jika sulit ditemukan. Hidangan ini biasanya dimasak dengan ikan sungai seperti baung atau patin, terong asam, dan santan kental untuk kuah yang gurih. Berikut resep dasar untuk 4 porsi, diadaptasi dari tradisi Dayak:

Bahan Utama Takaran Fungsi Utama
Umbut rotan muda 400 gram (potong 3 cm) Bahan dasar, sumber serat
Ikan baung/patin 300 gram (bersihkan) Protein utama, rasa gurih
Terong asam 200 gram (potong) Penambah asam alami
Santan kental 500 ml Kuah kaya rasa
Bumbu (bawang merah, bawang putih, kunyit, serai, jahe) 5 siung, 3 cm, 2 batang, 2 cm Rempah khas, aroma kuat
Daun pisang Secukupnya Pembungkus panggangan
Garam, gula, cabai Secukupnya Penyeimbang rasa

Cara Membuat:

  1. Cuci umbut rotan, rebus 10-15 menit hingga empuk, tiriskan. Kupas kulit luar jika perlu untuk menghilangkan rasa pahit.
  2. Haluskan bumbu (bawang, kunyit, jahe) dan tumis dengan serai hingga harum. Tambahkan air secukupnya untuk merebus ikan dan terong hingga setengah matang.
  3. Masukkan umbut rotan dan santan, aduk rata. Masak dengan api sedang 20-30 menit hingga santan menyusut dan rasa meresap. Bungkus dengan daun pisang, lalu panggang sebentar untuk aroma smokey.
  4. Sajikan hangat dengan nasi putih dan sambal terasi. Waktu total: sekitar 45 menit.

Catatan: Jika umbut rotan sulit didapat di luar Kalimantan, ganti dengan hati sawit atau bambu muda. Hasilnya tetap lezat, meski aroma hutan asli tak tergantikan.

Manfaat Gizi dan Tantangan Pelestarian

Selain rasanya yang nagih—perpaduan gurih santan, asam terong, dan renyah rotan—Juhu Singkah kaya nutrisi. Umbut rotan mengandung antioksidan, serat tinggi, dan vitamin yang baik untuk pencernaan, sementara ikan sungai menambah protein dan omega-3. Ini menjadikannya pilihan sehat di tengah pola makan modern yang didominasi makanan olahan.

Namun, pelestarian Juhu Singkah menghadapi tantangan. Deforestasi dan urbanisasi mengurangi populasi rotan liar, membuatnya langka di luar hutan. Komunitas Dayak kini berupaya membudidayakan rotan berkelanjutan, sementara pemerintah Kalimantan Tengah mempromosikannya melalui program wisata kuliner. Festival seperti “Hari Juhu Singkah” di Palangkaraya semakin sering diadakan, menarik ribuan pengunjung setiap tahun.

Juhu Singkah bukan hanya hidangan, tapi jembatan antara masa lalu dan masa depan suku Dayak. Di era di mana makanan cepat saji mendominasi, kuliner ini mengajak kita kembali ke akar: menghargai alam dan tradisi. Bagi wisatawan, cicipi Juhu Singkah saat berkunjung ke Palangkaraya—rasanya akan meninggalkan kenangan abadi. Mari dukung pelestarian dengan mencoba resepnya di rumah atau mengunjungi komunitas Dayak. Siapa tahu, satu suap bisa menyelamatkan sepotong hutan Borneo.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *