perjalanan.id – Taman Festival Bali di kawasan Padang Galak, Sanur, pernah menjadi impian ambisius—a theme park penuh inovasi dan atraksi besar seperti roller coaster terbalik pertama di dunia, bahkan sebuah gunung berapi buatan dan kolam buaya—dibangun pada akhir 1990-an dengan biaya sekitar 100 juta dolar AS. Namun nasib berkata lain: taman hiburan ini tutup secara diam-diam di tahun 2000 dan kini sunyi, ditelan oleh alam dan waktu. Struktur-struktur rusak, tanaman merambat memenuhi konstruksi, dan kesunyian bergema di antara reruntuhan, menciptakan suasana horor yang memikat sekaligus mengundang rasa penasaran.

Kesan mencekam langsung terasa saat memasuki lokasi. Ular tanaman menjalar di sekitar bangunan remuk, lantai kaca pecah berserakan, dan suara ombak yang pecah di kejauhan menambah atmosfer mistik. Seorang penjaga gerbang menceritakan, kadang ia merasa ditemani “anak kecil hantu” yang duduk di bangku dekat pintu. Cerita ini menambah dimensi mistis pada pengalaman menjelajah lokasi terlantar ini.

Dari sisi keahlian pelestarian, Taman Festival mengajarkan pentingnya menjaga destinasi wisata agar tidak menjadi korban sejarah. Kejayaan dan keruntuhan park ini bisa menjadi bahan pembelajaran tentang manajemen operasional, studi kelayakan finansial, dan strategi memasuki industri hiburan. Juga menjadi peringatan otoritatif bahwa investasi besar tanpa perencanaan matang dapat berakhir tragis dan terlupakan.

Kisah Taman Festival memperkuat kepercayaan bahwa wisata tidak selalu soal kesan bahagia atau gemerlap; ia bisa juga soal refleksi, ketidaksempurnaan, dan sejarah yang terselubung. Destinasi ini menarik bagi peneliti urban, penggemar lokasi terpencil, bahkan mereka yang mencari nuansa berbeda dalam dunia taman hiburan—serba terlantar namun sarat cerita.