Juhu, Olahan Udang Liar dari Kepulauan Riau yang Jarang Terkenal

perjalanan.id – Di Kepulauan Riau, tepatnya di pulau-pulau pesisir seperti Natuna dan Anambas, terdapat satu hidangan tradisional yang sangat menggoda selera namun belum banyak dikenal secara nasional: juhu. Juhu adalah lauk berbahan dasar udang liar laut lepas, yang dimasak dengan bumbu khas lokal seperti bawang merah, bawang putih, cabai rawit, kunyit dan serai. Dengan cara memasak sederhana — tumis hingga bumbu meresap dan kuah menyusut — juhu memunculkan rasa udang yang khas berpadu gurih dan pedas secara seimbang.
Keistimewaan juhu terletak pada bahan udang yang dipakai: bukan udang tambak, melainkan udang hasil tangkapan lokal yang memiliki profil rasa laut lebih kuat dan tekstur yang sedikit lebih “berotot”. Karena itu, setiap pulau bisa memiliki rasa juhu yang berbeda, tergantung jenis udang laut sekitar dan preferensi bumbu setempat. Hidangan ini biasanya disajikan bersama nasi putih hangat dan lalapan sederhana seperti irisan timun atau daun kemangi.
Budaya kuliner pesisir sangat kentara dalam juhu — masyarakat setempat menyiapkan juhu ketika musim tangkapan udang melimpah atau pada acara gotong royong antar desa. Penyajian juhu juga menjadi wujud solidaritas: biasanya cukup untuk dibagi bersama keluarga besar atau tetangga. Kini, seiring tren wisata kuliner nusantara, beberapa warung lokal di pulau besar Kepri mulai menambahkan juhu sebagai menu spesial bagi wisatawan yang ingin mencicipi keaslian rasa laut.
Namun, tantangan terbesar dalam pelestarian juhu adalah ketersediaan udang liar yang makin terbatas akibat perubahan ekosistem laut dan penangkapan besar-besaran. Jika tidak didukung dengan praktik penangkapan berkelanjutan, hidangan ini bisa punah dari meja tradisi lokal. Untuk itu diperlukan dukungan dari pemerintah daerah dan pelaku wisata agar hidangan khas seperti juhu dapat dipromosikan, diajarkan dalam pelatihan kuliner lokal, dan diangkat sebagai bagian dari branding kuliner Kepulauan Riau.
Juhu bukan hanya hidangan laut biasa — ia simbol kearifan lokal pesisir, perpaduan rasa laut dan rempah, serta warisan kuliner yang patut dilestarikan agar generasi mendatang masih bisa merasakannya.